Jumat, 29 Juli 2011

"And now, the end is near
And so I face the final curtain
My friends, I'll say it clear :I'll state my case of which I'm certain

I've lived a life that's full
I've traveled each and every highwayAnd more, much more than this,
I DID IT MY WAY"





Frank sinatra, rooftop, senja, dan langit yang cerah kemerahan. Lengkap sudah komposisi untuk ritualnya setiap sore. Namun yang berbeda, kali ini ada kemantapan di hatinya. Tak seperti sore-sore sebelumnya, dimana ritual selalu berakhir dengan kemantapan hati yg nihil dan hasil yang nihil pula.

Sepintas ia melihat ke bawah, dimana jalanan terlihat sangat sibuk. Mobil di parkiran, orang yang bergegas, bis yang berhenti mengambil penumpang. Betapa riuhnya dunia ini.
Lalu ia palingkan wajahnya ke atas. Dimana hanya ada langit sejauh pandangan mata. Terasa tenang dan tak tergesa. Dan waktu seolah berhenti. Atau, lebih baik lagi, tak ada yang namanya waktu. Damai.

"Regrets? I've had a few
But then again, too few to mention
I did what I had to do
And saw it through without exemption
...
I've love, I've laugh and cried
I've had my fill - my share of losing.
But now, as tears subside,
I find it all so amusing"

Sinatra masih mengalun cempreng dari speaker handphone bututnya. Lalu ia menghela nafas, dan terus memupuk keyakinannya.
Dan perlahan ia menggeser pijakannya. Hingga ia tak berpijak pada apapun.

"For what is a man? What has he got?
If not himself - Then he has naught.
To say the things he truly feels
And not the words of one who kneels.
The record shows I took the blows
And did it my way.

Yes, IT WAS MY WAY."

Sedetik kemudian ia merasakan badannya tak berbobot. Lalu detik berikutnya berat badannya melonjak beribu kali lipat.
Suara alarm yang memekakkan terdengar dari mobil yang di timpanya.
Lalu sunyi.
Gelap.

November... (a Flash fiction)



Hari ini, dihari ulang tahunnya, istriku tetap tampak cantik seperti biasanya. Walaupun wajahnya sedikit pucat dan membiru, senyumnya yang khas masih menghias di bibirnya. Bulan November ini memang bulan spesial baginya. Tak heran jika sepagi ini dia sudah memberikan kejutan untuk ku.

Di bulan november ia hadir ke dunia ini, tanggal 20 tepatnya empat puluh tujuh tahun yang lalu. Dibulan november juga kami memutuskan berpacaran 20 tahun yang lalu. Dan menikah setahun setelahnya, juga di bulan november. Ahh waktu memang cepat berlalu, dan sekarang adalah november ke 20 dia mendampingiku dalam masa sulit maupun senang.

Tiba-tiba punggungku ditepuk oleh seseorang. Setelah menoleh ternyata polisi yang sejak satu jam yang lalu sudah berada di rumahku.

"Bisa kami bawa jenzah istri bapak sekarang? Kami harus melakukan otopsi untuk memastikan penyebab kematian istri bapak." Ujarnya.

"Baiklah. Tapi saya yakin itu karena dia menelan pil tidur."

"Kami harus menjalankan prosedur untuk mengambil kesimpulan pak. Saya harap anda mengerti."

"Baiklah saya paham. Terima kasih."

Bulan november juga saat dimana dia memutuskan untuk menyudahi hidupnya.

Senin, 15 Februari 2010

- merindu Jawaban -


akan menjadi seperti apakah aku dalam lima tahun kedepan?
akan kah aku menjadi seorang ibu dari beberapa anak?
atau aku masih melajang sebagai pemilik suatu perusahaan?

pertanyaan itu yang selalu berkelebat. menyita hampir separuh kapasitas pikiranku. aku sama sekali tak tahu akan dibawa kemana hidupku ini.

jika aku adalah seorang nahkoda di sebuah kapal, mungkin kapal itu hanya akan berlayar di samudra tanpa tau akan berlabuh dimana. mungkin kapal itu hanya akan terombang-ambing di bawa sang ombak. atau mungkin kapal itu akan hancur menabrak kerasnya karang.

sebenarnya aku adalah orang yang banyak bercita-cita. aku hampir menginginkan segala yang ada dibumi ini. namun entah mengapa aku seperti kehilangan semua keinginanku untuk bermimpi. entah mengapa aku menjadi tak bergairah akan semua impianku. karena dengan atau tanpa impian itu, aku harus tetap menjalani hidup. hidup yang tak pernah aku ketahui akan berujung dimana.

suatu kehidupan yang hanya bisa aku jalani tanpa pernah benar-benar aku sadari apa esensi dari hidupku ini. kenapa aku hidup, untuk apa aku hidup, dan bagaimana akhir dari hidupku merupakan pertanyaan yang tak satupun manusia yang ada di bumi ini mampu menjawabnya. tak pernah ada seorang pun yang jawabannya mampu memuaskan batinku akan pertanyaan tersebut. pertanyaan-pertanyaan itu seolah tak pernah menemukan jawabannya. seolah aku harus mencari sebuah kunci di dalam samudra yg maha luas.

kemana lagi aku harus mencari jawabnya?
apakah aku harus menunggu hingga hidupku menemukan ujungnya?


-AKU-
yang haus jiwanya

Sabtu, 26 Desember 2009

HER


"where are we going mommy?" gadis kecil itu bertanya kepada ibunya yang menuntunnya berjalan ke suatu tempat.
"we're going to the hospital my dear," jawab ibunya seraya tersenyum.
"are we gonna visit someone sick?", tanya gadis yang sangat penasaran itu.
"no, my dear. we're going to chek you up." jawab wanita itu buru-buru. Sebenarnya wanita itu ingin sekali menghindar dari pertanyaan-pertanyaan putrinya itu. Namun ia tak mampu melakukan apapun selain menjawab semua pertanyaan putrinya.
“but I’m not sick. Why we should go to the hospital?”
Akhirnya wanita itu hanya tersenyum dan meneruskan langkahnya menuju rumah sakit.

@@@

“THAT’S ENOUGH..!!”
Terdengar teriakan dari dalam kamar di ujung lorong. Ternyata itu merupakan suara teriakan dari suaminya yang marah.
“what’s happened?” tanyanya pada suaminya yang bertubuh besar itu.
“I’m not gonna taking care of that pathetic boys anymore..!!” jawab suaminya marah.
“you don’t want to taking care of him?? Then who will??” teriaknya
“I DON’T CARE! I’m so tired with that boy. He even spill out the meals I gave him!” teriak suaminya sambil meninggalkan rumah dan pertengkaran itu pun diakhiri dengan bunyi gebrakan pintu yang sangat keras.
Wanita itu pun terduduk dan menangis lemas. Ia sama sekali tak mengira kalau suaminya akan meninggalkan dirinya sendirian untuk mengasuh kedua anaknya yang masih kecil dan menderita penyakit. Perlahan ia berjalan menuju kamar anaknya di ujung lorong. Dengan lembut ia membelai kepala anaknya yang masih terdapat bekas jahitan tersebut. Dan dengan perlahan ia mendekatkan mulutnya ke telinga anaknya dan membisikkan sesuatu.
“Take some rest dear. I will always take care of you. And I’m not gonna leave you.”

@@@

Malam ini, Wanita itu duduk terpaku di tempat tidurnya yang temaram sambil memegangi sebuah pigura kayu yang telah usang. Sesekali ia menyeka air mata yang jatuh sambil terus memandangi foto yang ada di pigura itu. Dalam pigura itu terdapat foto seorang anak laki-laki yang sedang duduk di bebatuan, dan dibelakangnya terlihat sebuah rumah bergaya old Victorian yang merupakan rumah yang ia tempati sekarang. Anak laki-laki yang ada di dalam foto itu adalah anaknya yang meninggal 3 tahun lalu. Ia meninggal karena menderita suatu penyakit yang menyerang otaknya. Suatu penyakit yang secara perlahan-lahan mengambil kemampuan anaknya. Secara bertahap anak itu kehilangan kemampuannya untuk berjalan, berbicara, mendengar, dan lama kelamaan bahkan ia kehilangan kemampuannya untuk menelan makanan.
Hingga suatu sore, ketika ia sedang memandikan anak lelakinya itu, tiba-tiba tubuh anaknya tersebut tak bergerak. Tubuhnya kaku, dan matanya terpejam layaknya orang yang tertidur. Namun ketika ia merasakan tidak ada lagi nafas yang terhembus dari hidung anaknya, maka pecahlah tangis wanita itu. Sembari memeluknya, wanita itu pun menangis dan meratap-ratap kepergian anaknya.
Mengenang hal itu, air matanya kembali mengalir dengan deras. Ia seringkali mengeluhkan ketidak adilan Tuhan kepadanya. Ia diberikan sepasang putra dan putri yang sangat lucu, namun ia harus kembali kehilangan putranya. Dan sekarang putrinya pun diberikan penyakit yang sangat aneh. Di seluruh kulitnya terdapat bintik-bintik putih seperti orang sakit kulit yang disebabkan oleh jamur. namun setelah diperiksa ke seluruh dokter kulit yang ada, tak ada yang mengetahui jenis penyakit apa yang di idap putrinya. Bintik-bintik tersebut memenuhi hampir seluruh tubuhnya, tangan, kaki, punggung, bahkan sebagian wajahnya.
Sudah hampir selusin rumah sakit ia datangi untuk menyembuhkan kelainan pada kulit anaknya tersebut. Namun tak satu pun yang memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan ia sempat membawa putrinya dan mengambil sedikit kulitnya melalui pembedahan kecil untuk diperiksa di laboratorium. Namun ia kembali mendapatkan hasil yang nihil. Para dokter kembali menyatakan bahwa penyakit yang diderita anaknya belum pernah diketahui sebelumnya dan belum ada pengobatan untuk itu.
“why are you crying mommy?” suara gadis kecilnya yang mengintip di pintu mengagetkannya. Dan dengan segera ia menghapus air matanya.
“I’m okay honey. I’m just thinkin about you. And your desease.” Jawabnya seraya memeluk malaikat kecilnya itu.
“but I’m not sick mommy. I’m so fine.”
“yes darling. You are.”
“mommy,”
“yes darl,”
“even though my skin is different from others, but inside my heart I’m just the same. And I will show you that I can achieve anything I want.”
Mendengar hal itu dari mulut seorang gadis kecil yang berusia 6 tahun, tangis wanita itu pun pecah. Anak sekecil itu ternyata mempunyai hati yang besar. Dan mulai saat itu, ia tak pernah lagi mengeluhkan semua kesusahan yang menimpanya.

@@@

“And Please welcome, our Pulitzer Award Winner, Adelaide”
Dan ruangan pun menjadi gemuruh dengan tepuk tangan ketika gadis kecilku memasuki ruangan. Dan ketika ia sampai di podium seisi ruangan pun sunyi, seakan-akan tak sabar menunggu kata-kata dari malaikat kecilku itu. Aku pun hanya bisa tersenyum bangga melihat dirinya diatas podium.
“I wanna thank to my editor, friends, and everyone who have support me on this novel. And the most important is, I wanna thank to my Mommy. Who is struggle from the beginning of my life, alone. Even my awards would not enough to pay your love mom. I love you mom.”
Mendengar kalimat terakhirnya, aku pun tak dapat membendung lagi air mataku. Aku tak mampu lagi membendung rasa bangga ku terhadapnya. Dibalik kekurangannya, ia mampu mekar menjadi bunga yang harum.
“I love you too dear, I love you to…”

@@@

Teruntuk ibuku sayang, ibu paling juara di dunia…..